Rabu, 12 Januari 2011

Kisah Mistis Seorang Selebritis

Tahun 70-an akhir, takdir mempertemukanku dengan seorang wanita muda, cantik, dan kaya. Waktu itu, aku bekerja sebagai pelayan di sebuah toko swalayan di daerah Blok M, Jakarta Selatan.
Wanita itu, sebut saja namanya Bunga. Dia adalah pelanggan di toko tempataku bekerja. Setiap minggu, Bunga belanja dan selalu memintaku untuk menyertainya dengan membawakan keranjang belanjaan lalu memasukkannya ke bagasi sedan mewahnya. Bunga pun selalu memberikan tip yang memuaskan. “Kamu mirip bintang film Robi Sugara,” pujinya, suatu ketika saat aku mendampingnya belanja.
Aku terasa melayang mendengar pujiannya. “Tapi sayang, tubuhmu agak pendek,” sambungnya, membuat hatiku berubah jadi kecut. Tinggiku, memang hanya 158 cm. Jelas, bagi seorang lelaki termasuk pendek.

“Berapa umurmu?”
“Lima belas tahun, Mbak,” jawabku seramah mungkin.
“Kamu mau, kalau kerja di rumah saya?”
Aku hampir tak percaya mendengar tawaran Bunga. Tapi, aku yakin bahwa yang diucapkan wanita cantik itu suatu peluang emas bagiku. Terus terang, aku merasa kagum padanya. Sebab dia cantik dan bersikap lembut dan tak pernah sombong. Kalau aku kerja di rumahnya, berarti tiap hari aku bisa menikmati kecantikan dan kelembutan sikapnya. Tanpa pikir panjang, tawaran Bunga kuterima.

Singkat cerita, aku pun kerja di rumah Bunga sebagai pembantu rumah tangga. Rumahnya mungil, tapi cukup mewah dan ternyata rumah itu milik orang tuanya. Letaknya di kawasan Kebayoran Baru juga, hanya beberapa kilometer jaraknya dari toko swalayan tempatku bekerja tempo hari.
Bunga ketika itu berumur 20 tahun, belum bersuami dan sedang merintis karir sebagai foto model dan pragawati. Tiap bulan aku menemaninya mengunjungi orang tuanya di kota B, Jawa Barat.
Bunga rupanya berasal dari keluarga kaya. Orang tuanya pengusaha perkebunan sayur mayur dan tekstil. Rumahnya besar dan terletak di kawasan elit. Orang tua Bunga sudah beberapa kali menunaikan ibadah haji ke Tanah Suci.  Sementara itu, Bunga sendiri bukan pemeluk agama yang taat. Aku belum pernah melihat Bunga mengerjakan shalat lima waktu.
Suatu sore, majikanku yang cantik itu duduk santai membaca majalah sambil menikmati secangkir teh manis hangat yang kuhidangkan. Cemilan kesukaannya keripik paru dan menghisap rokok putih mentol.
Dia menikmati semua itu, seakan-akan tak ada kenikmatan yang lain lagi di dunia ini. “Robi!” Bungan memanggilku beberapa saat kemudian.
Begitulah dia selalu menyapaku. Sebagaimana pernah dikatakannya bahwa aku mirip Robi Sugara, actor yang tengah top saat itu. Padahal, namaku bukan Robi. Dia pun memintaku agar memanggilnya dengan sapaan Ceuceu yang artinya kakak.
“Ada apa, Ceuceu,” sahutku sambil menghampirinya dengan sikap sopan.
“Duduklah di kursi itu!” Pintanya.
Kami berdua sudah biasa duduk bercengkerama bersama. Sebagai majikan dia memang tidak bersikap feodal. Dia tidak bersikap sebagai nyonya besar dan aku seorang jongos yang harus membungkuk-bungkuk.
“Ceuceu baru saja membaca tentang seorang pejabat yang kariernya cepat menanjak karena dibantu dukun. Pejabat itu sangat percaya pada dukunnya. Dia menyebutnya sebagai penasehat spiritual,” ujarnya seraya menaruh majalah yang tadi dibacanya ke atas meja.
“Bukan hal yang aneh, telah menjadi rahasia umum bila orang-orang terkenal punya dukun atau percaya pada dukun yang berperan di belakang layar. Para cukong China dalam setiap langkah bisnisnya selalu berdasarkan petunjuk dukun, atau datang ke gunung Kawi minta kaya dengan bantuan dukun juga.” Aku nyerocos sok tahu yang penting dapat nyambung dengan arah pembicaraan yang dikehendaki Bunga.
“Robi, kamu tahu atau kenal dukun yang bisa diandalkan? Ceuceu sangat berminat supaya karir Ceuceu cepat berhasil,” kata Bunga penuh antusias.
Aku mengernyitkan dahi mencoba berpikir keras sambil mengingat-ingat tentang dukun yang pernah terekam dalam otakku. Bagaikan ada lampu terang dalam kepalaku, aku segera ingat pada sebuah nama: Nyai Imas.
Di kampungku, perempuan paruh baya bernama Nyai Imas ini dikenal sebagai seorang paraji atau dukun beranak. Namun sebenarnya dia punya banyak ilmu. Bukan hanya menolong orang bersalin. Nyai Imas sering didatangi orang untuk masalah menyembuhkan penyakit, jodoh, pangkat, bahkan minta agar cepat kaya.
Nyai Imas walaupun sudah dikenal banyak orang, bahkan oleh orang yang tinggal jauh dari kampungku, keberadaannya menyimpan banyak misteri. Tidak ada yang tahu siapa dia sebenarnya, dari mana dia berasal, siapa sanak keluarganya, dan sejak kapan dia berada di desa itu.
Rumahnya pun terpencil di tempat yang disebut Pasir Geulis yang artinya Bukit Cantik. Dia tinggal sendirian dan tak punya tetangga. Sedangkan kampungku termasuk dalam wilayah  kabupaten G, Jawa Barat.  Dari Jakarta jaraknya sekitar 250 km. Ketika Gunung Galununggung meletus, kampungku gelap selama beberapa hari karena tertutup debu. Kampungku memang berbatasan dengan daerah Tasikmalaya.
Setelah direncanakan dengan matang, Bunga minta padaku agar diantar ke tempat Nyai Imas. Tentu saja aku tidak merasa keberatan.
Hari itu, dengan mengemudikan sendiri sedannya, Bunga dan aku sampai juga di tujuan setelah kami menempuh perjalanan sekitar tujuh jam, termasuk istirahat makan di restoran. Kami istirahat sebentar di rumah kedua orang tuaku, sebelum akhirnya menuju ke tempat Nyai Imas.
Sesampainya di rumah dukun dimaksud, bagai pembuka, aku mengucapkan beberapa patah kata pengantar. Setelah itu, barulah Bunga mengutarakan maksud kedatangannya kepada Nyai Imas. Keduanya pun segera terlibat pembicaraan yang serius.
Beberapa lama kemudian, Nyai Imas mengajak Bunga masuk ke dalam biliknya yang sederhana untuk melakukan ritual khusus. Lalu, bau kemenyan yang dibakar terasa sangat menyengat. Apalagi rumah Nyai Imas yang hanya terdiri dari ruang depan dan kamar tidur ukurannya kecil sekali, sehingga asap dan aroma kemenyan menguasai seluruh ruangan yang terbuat dari anyaman bambu itu.
Ritual baru selesai ketika hari menjelang sore. Karena tidak mungkin kembali ke Jakarta saat itu juga, kami menginap di rumah Nyai Imas semalam. Keesokan paginya, kami baru pulang.
Setelah kunjungan ke rumah Nyai Imas, kenyataan yang sulit diduga memang terjadi. Belum genap satu minggu, keampuhan pelarisan dukun wanita tua itu langsung terbukti. Bunga kebanjiran tawaran untuk menyelenggarakan peragaan busana di hotel-hotel bintang lima.
Media massa pun tak henti-hentinya memberitakan setiap kegiatan Bunga sebagai selebritis pendatang baru. Terutama Majalah Varia dan Selecta yang merupakan Majalah sangat popular pada tahun 70-an.
Nama Bunga sejajar dengan Widyawati dari dunia film, dan Titiek Puspa dari musik. Karena kepopulerannya, uang pun mengalir masuk ke kocek sang pendatang baru ini.
Masih kuingat benar, hari itu, Bunga pulang bersama seorang lelaki setengah baya. Dari penampilan dan sedan mewah yang dikendarainya, lelaki itu pastilah berpangkat tinggi dan kaya. Aku pun lalu sibuk mencari makanan di restoran ternama untuk dihidangkan pada tamu istimewa itu.
Selesai bersantap, Bunga membawa tamunya ke dalam kamar. Keesokan paginya, lelaki paruh baya itu baru pulang denga wajah memancarkan kepuasan. Tak lupa, lelaki itu memberikan tips yang cukup banyak buat bunga.
“Kamu tahu siapa tamu itu?” Tanya Bunga sambil senyum penuh arti. “Dia itu seorang Jenderal.”
Aku hanya manggut-manggut dengan menunjukkan rasa bangga atas prestasi Bunga yang berhasil menggaet tamu kaliber kakap. Namun, dalam hati aku juga menyesalkan sikap hidup yang dipilihnya.
Pada lain kesempatan, Bunga membawa tamu lagi. Seorang pria yang juga perlente. Dan seperti biasa, kencan dilanjutkan dalam kamar sampai esok harinya. Begitulah yang beberapa kali terjadi, sehingga aku lupa mengingatnya.
Akhirnya aku tahu, Bunga nampaknya memainkan peran ganda. Selain sebagai artis, dia juga sebagai wanita penghibur kelas atas. Lelaki yang kencan dengan Bunga mulai dari kalangan militer, pengusaha sampai menteri. Karena profesi gandanya itu, majikanku yang sedang naik daun itu beberapa kali harus menggugurkan kandungannya. Untuk urusan ini, Bunga minta bantuan pada siapa lagi kalau bukan kepada Nyai Imas.
Seiring waktu dan kepopulerannya, kekayaan Bunga pun berlimpah. Dengan uang berjumlah besar dia bisa membuka usaha butik yang menjual baju dengan harga selangit. Dia juga membuka usaha konveksi yang karyawannya berjumlah ratusan orang. Beberapa hektar tanah serta rumah baru yang besar dan mewah juga telah dibelinya dengan mudah.
Hingga tibalah kejadian aneh itu. Suatu malam, sesudah selesai shalat Isya, aku tertidur dalam kamarku. Dalam tidur itu aku mimpi bertemu dengan almarhumah nenekku. Dalam mimpi tersebut, wajah sang nenek tampak murung dan kecewa. Mungkin beliau tidak suka karena cucunya terlibat dalam kemaksiatan.
“Cucuku, kamu harus segera meninggalkan semua ini. Tinggalkanlah rumah ini! Tinggalkanlah Bunga! Dalam usahanya, dia bersekutu dengan setan. Bayi-bayi yang pernah dikandungnya sebenarnya telah dijadikan sebagai tumbal. Ingat, nyawamu sendiri sedang terancam, sebab Bunga lambat atau cepat akan mempersembahkan dirimu kepada tuannya sebagai tmbal. Dia sama jahatnya dengan Nyai Imas. Kelak kau akan tahu siapa sebetulnya Nyai Imas itu. Segera pergilah dari tempat ini!”
Sesudah nenek selesai menyampaikan peringatannya, akupun terbangun. Bukan main terkejutnya aku mengetahui apa yang sedang terjadi. Keringat dingin membasahi sekujur tubuhku. Rasa ngeri menguasai seluruh jaringan syarafku. Bulu romaku berdiri semua. Walau hanya mimpi, tapi aku percaya benar kalau itu bukanlah mimpi yang sewajarnya.
Keesokan harinya, aku mengemasi pakaian dan barang yang kumiliki. Lalu aku pamit kepada majikanku. Tentu saja Bunga tak menduga sama sekali, dan dengan berat hati, dia melepas kepergianku. Aku sendiri merasa sedih. Hampir sepuluh tahun aku mendampingi Bunga, siang malam dalam rumah yang sama. Ikatan batin antara aku dan Bunga sudah terjalin erat.
Akhirnya, dengan langkah beart, kutinggalkan Bunga serta rangkaian kenangan manis yang pernah kami berdua alami.
Memasuki tahun 2000, setelah usiaku merambat hampir setengah abad, rasa rinduku pada Bunga tak tertahan lagi. Aku ingin sekali bertemu dengan wanita yang telah memberikan banyak pengalaman hidup itu. Terus terang, aku pernah sangat mengagumi Bunga karena kecantikan dan sikap lembutnya padaku.
Tak kuat menanggugn rindu, segera aku menuju daerah Kebayoran Baru untuk menemukan rumah Bunga yang dulu pernah kami berdua tempati. Aku menduga, pasti Bunga masih tinggal di rumah itu. Ternyata dugaanku meleset, sebab Satpam yang menjaga rumah itu menjelaskan, bahwa pemilik rumah itu bukan lagi Bunga. Satpam itupun tidak tahu kemana pindahnya Bunga. Dengan sangat kecewa aku pergi dari situ.
Pada kesempatan lain, aku pergi ke kota B, ke rumah orang tuanya Bunga. Kukira Bunga ada di sana atau paling tidak orang tua maupun saudaranya yang lain. Setibanya di sana yang kutemui seorang lelaki agak tua yang mengaku sebagai Omnya Bunga. Dia adik ayahnya Bunga. Dari lelaki ini akhirnya aku tahu kalau ayah-ibu Bunga telah meninggal dunia.
Lelaki ini pun bercerita bahwa semua telah berubah. Terutama tentang Bunga. Tak ada lagi artis tenar itu, begitu juga soal harta benda milik Bunga. Semuanya telah berpindah tangan menjadi milik orang lain. Yang tersisa hanyalah cerita.
“Sudah hampir lima tahun Bunga menderita lumpuh. Hampir seluruh waktunya dihabiskan di kursi roda. Dia hampir tak pernah makan sehingga tubuhnya kurus sekali,” cetus Om Bunga padaku dengan nada pilu.
“Dimana dia sekarang?” Tanyaku dengan suara parau karena hanyut dalam rasa sedih.
“Ada dalam kamarnya!”
Om Bunga kemudian melangkah menuju ke sebuah pintu kamar. Pintu kamar itu dibukanya. Aku pun berjalan mengikutinya dari belakang, kemudian menjulurkan kepalaku berusaha melihat ke dalam kamar.
Ya, Tuhan! Betapa sangat terperanjatnya aku, sebab orang yang dikatakan sebagai Bunga tidak lain adalah sesosok Nyai Imas. Segera aku berpaling lalu pergi dari situ. Aneh, mengapa semua ini bisa terjadi?
Saat aku masuk ke kamar itu, sekilas aku sempat bertemu pandang dengan Nyai Imas. Dari balik rambut putihnya yang tergerai kedua bola matanya menatap tajam ke arahku. Seakan dengan tatapannya itu dia ingin bertanya; “Mengapa dulu kau pergi. Aku menginginkan nyawamu!”
Kengerian menguasai seluruh perasaanku. Dengan tergagap aku mengucapkan pamit pada Om Bunga yang pastinya tak mengerti apa yang telah terjadi dengan diriku. Lelaki itu hanya menganga campur heran melihat perubahan sikapku yang mendadak. Tadi aku mengatakan amat kangen ingin bertemu dengan Bunga. Tapi begitu bertemu, mengapa aku langsung balik kanan? Mungkin, kebingingan inilah yang dirasakan Omnya Bunga.
Setelah pertemuan itu, hampir sepanjang perjalanan pulang dia tas bis yang kutumpangi, aku melapazkan kalimat Istighfar dalam hati. Tak percaya tapi nyata, Nyai Imas telah merasuki raga Bunga. Rupa bunga yang kulihat amat mirip dengan rupa Nyai Imas beberapa puluh tahun silam, saat aku dan Bunga menemuinya. Aneh bin ajaib!
Aku penasaran atas keajaiban ini. Untuk menguak misteri tersebut, sengaja aku pulang kampung. Kucari informasi lebih lanjut tentang Nyai Imas yang bermukim di Pasir Geulis. Dari orang-orang di kampung, aku mendapat keterangan bahwa Nyai Imas sudah lama menghilang. Tak ada yang tahu kemana perginya perempuan yang rambutnya sudah putih semua itu.
Isu pun beredar, bahwa Nyai Imas sebenarnya penjelmaan makhluk gaib yang menguasai Pasir Geulis. Pada hari-hari tertentu, di siang bolong, penduduk kampung sering mendapati seorang wanita cantik berkebaya dan berpayung warna ungu berjalan menuju rumah yang pernah dihuni Nyai Imas.
Namun, begitu diselidiki lebih lanjut, ternyata di rumah itu tak ada siapapun. Rumah itu hanya kosong dan semakin lapuk, penuh debu dan sarang laba-laba. Sampai sekarang misteri Nyai Imas penghuni Pasir Geulis, belum terpecahkan.
andai kusebutkan nama Bunga yang sebenarnya, tentu banyak pembaca yang pasti mengenalnya. Ya, dia adalah salah satu selebritis 70-an yang sangat top. Tapi, mohon maaf aku harus merahasiakannya, karena aku tak ingin dia kian menderita bila kubeberkan identitasnya lewat kisah ini. Yang pasti, semoga kisah ini ada hikmahnya.
disadur dari majalah misteri

2 komentar:

  1. Currently it appeaгs like BlogEnginе is thе prefегreԁ blogging platform out there right nοw.
    (from what ӏ've read) Is that what you'гe
    using оn уouг blοg?
    Take a look at my site ... cash payday loans

    BalasHapus
  2. Bagi anda yang hobi bermain judi online seperti pasang taruhan bola, Judi sabung ayam, games jackpot, casino live seperti taruhan dadu, rolet, baccarat, blackjack, dragon tiger dan lain sebagainya.

    Daftar dan bergabung bersama Bolavita sekarang juga ! Situs Bolavita adalah Salah Satu situs Judi Online Terbesar Di Indonesia yang telah berdiri 7 tahun.

    Menyediakan permainan judi online yang sangat lengkap ! serta menyedediakan berbagai transaksi yang lengkap seperti Ovo, Gopay, Linkaja, Dana, Pulsa dan Semua Jenis rekening Yang ada di Indonesia.

    Jenis Permainan :
    AGEN S128
    AGEN SV388
    AGEN SBOBET
    AGEN CBET
    AGEN NOVA88
    AGEN 368BET
    AGEN GD88
    AGEN VIVOSLOT
    AGEN JOKER123
    AGEN PLAY1628

    Tersedia Promo Bonus Spesial :
    » Bonus Deposit Spesial Sebesar 10% Pada Depo pertama anda
    » Bonus Spesial Harian 5%
    » Bonus Spesial Cashback 5% - 10% Setiap Minggu
    » Bonus Spesial 100% Win beruntun ( Dapat Di Klaim Setiap Hari )
    » Bonus Referensi 7% + 2% Seumur Hidup

    Klaim bonus, Hubungi kontak cs kami dibawah ini :

    » Nomor WhatsApp : +62812-2222-995
    » ID Telegram : @bolavitacc
    » ID Wechat : Bolavita
    » ID Line : cs_bolavita

    BalasHapus

Silahkan tinggalkan pesan